Spotify dikabarkan makin dekat bawa
layanannya ke Indonesia (sumber: spotify.com)
Liputan6.com, Jakarta - David Lowery, musisi yang muncul sebagai kritikus terkemuka
Spotify dan industri musik streaming, mengajukan gugatan terhadap Spotify pada
hari Kamis (31/12/2015) kemarin.
Ia juga mencari cari agar dapat mengajukan gugatan atas nama kelompok (class action). Dengan Status class action, ia dapat menuntut atas nama dirinya sendiri dan musisi lainnya.
Gugatan tersebut menuduh bahwa Spotify, menurut informasi yang Tekno Liputan6.com himpun dari Mashable, Rabu (30/12/2015), telah berpartisipasi dalam "kampanye mengerikan, terus menerus, dan berkelanjutan atas kesengajaan pelanggaran hak cipta" terkait lisensi mekanis untuk berbagai lagu pada platform tersebut.
Lisensi mekanis yang dimaksud, menurut Asosiasi Penerbit Musik Nasional di Amerika Serikat, memberikan izin untuk "memperbanyak atau mendistribusikan komposisi musik yang dilindungi hak cipta".
Sederhananya, Lowery mengklaim Spotify tidak membayarkan uang kepada banyak penulis lagu seperti yang seharunya. Gugatan itu menyatakan bahwa Spotify "telah mengakui secara terbuka kegagalannya untuk mendapatkan lisensi atas karya musik yang ia distribusikan atau reproduksi atau bayarkan royaltinya kepada sang pemilik hak cipta".
Ia juga mencari cari agar dapat mengajukan gugatan atas nama kelompok (class action). Dengan Status class action, ia dapat menuntut atas nama dirinya sendiri dan musisi lainnya.
Gugatan tersebut menuduh bahwa Spotify, menurut informasi yang Tekno Liputan6.com himpun dari Mashable, Rabu (30/12/2015), telah berpartisipasi dalam "kampanye mengerikan, terus menerus, dan berkelanjutan atas kesengajaan pelanggaran hak cipta" terkait lisensi mekanis untuk berbagai lagu pada platform tersebut.
Lisensi mekanis yang dimaksud, menurut Asosiasi Penerbit Musik Nasional di Amerika Serikat, memberikan izin untuk "memperbanyak atau mendistribusikan komposisi musik yang dilindungi hak cipta".
Sederhananya, Lowery mengklaim Spotify tidak membayarkan uang kepada banyak penulis lagu seperti yang seharunya. Gugatan itu menyatakan bahwa Spotify "telah mengakui secara terbuka kegagalannya untuk mendapatkan lisensi atas karya musik yang ia distribusikan atau reproduksi atau bayarkan royaltinya kepada sang pemilik hak cipta".
Kemunculan kasus ini menarik
lantaran pekan lalu Spotify mengumumkan bahwa mereka akan membangun database
musik baru untuk mengelola royalti. Sistem ini akan memastikan bahwa Spotify
benar-benar melacak semua materi pada platform besutannya dan melakukan
pembayaran yang diperlukan.
Jonathan Prince, Kepala Kebijakan Publik Spotify, keberatan dengan klaim tuntutan hukum. Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan, "Kami berkomitmen untuk membayarkan bahkan setiap sen pun kepada penulis lagu dan penerbit."
Sayangnya, lanjut Prince, terutama di Amerika Serikat, data yang diperlukan untuk mengonfirmasi pemegang hak cipta yang sesuai sering hilang, salah, atau tidak lengkap. Bila pemegang hak tidak segera jelas, pihaknya menyisihkan royalti yang mana menjadi utang Spotify hingga Spotify dapat mengonfirmasi identitas yang dibutuhkan.
(Why/Cas)
Jonathan Prince, Kepala Kebijakan Publik Spotify, keberatan dengan klaim tuntutan hukum. Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan, "Kami berkomitmen untuk membayarkan bahkan setiap sen pun kepada penulis lagu dan penerbit."
Sayangnya, lanjut Prince, terutama di Amerika Serikat, data yang diperlukan untuk mengonfirmasi pemegang hak cipta yang sesuai sering hilang, salah, atau tidak lengkap. Bila pemegang hak tidak segera jelas, pihaknya menyisihkan royalti yang mana menjadi utang Spotify hingga Spotify dapat mengonfirmasi identitas yang dibutuhkan.
(Why/Cas)
Opini :
Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Informasi Transaksi
Elektronik No 11 tahun 2008 (UU ITE) dan Undang-Undang Hak Cipta No 19 tahun
2002.
Menurut
Undang-Undang ITE, seseorang yang dengan sengaja dan tanpa hak mentransfer file
musik bajakan terancam pidana penjara maksimal 9 tahun atau denda maksimal Rp 3
miliar. Sementara menurut Undang-Undang Hak Cipta, seseorang yang melanggar hak
cipta, terancam hukuman penjara maksimal 7 tahun atau denda Rp 5 miliar.
Karena dengan adanya kasus
tersebut aplikasi ini di duga bersifat illegal karena memperbanyak atau mendistribusikan komposisi
musik yang dilindungi hak cipta yang berarti aplikasi ini tidak memiliki izin dari
artis atau label rekaman yang lagunya terdapat dalam aplikasi ini, hal tersebut
dapat menyebabkan kerugian bagi artis atau label rekaman yang memproduksi lagu
lagu tersebut.
Sebagai penikmat music baik seharusnya kita membeli lagu
secara legal yang telah di ciptakan oleh seorang musisi agar para musisi
tersebut mendapat keuntungan dan tetap berkarya