Kamis, 12 Oktober 2017

Etika Sebagai Tinjauan


1.1.            Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam pengertian ini etika berkatian dengan kebiasaan hidup yang baik,baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai nilai,tata cara hidup yang baik,aturan hidup yang baik,dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari generasi satu ke generasi yng lain.
Etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan menigkatkan martabat dan kehormatan seseorang (Munawir, 1997).
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata (Brooks, 2007).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian etika adalah ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.
1.2.            Prinsip-Prinsip Etika
Prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Artinya, prinsip-prinsip etika bisnis tersebut sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat (Sonny Keraf, 1998 : 73)
Sonny Keraf menyebutkan secara umum terdapat lima prinsip etika bisnis, yaitu:
A.    Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan (Sonny Keraf, 1998 : 74).

B.     Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran sangat relevan dan mutlak diperlukan dalam dunia bisnis. Kejujuran merupakan kunci keberhasilan para pelaku bisnis untuk mempertahankan bisnisnya dalam jangka panjang di dalam dunia bisnis yang penuh persaingan ketat (Sonny Keraf, 1998 : 77).
C.     Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan (Sonny Keraf, 1998 : 79). Hal ini sejalan dengan yang dikatan oleh Adam Smith mengenai prinsip keadilan. Keraf menutip Adam Smith menyatakan bahwa prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip tidak merugikan orang lain (prinsip no harm), khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain (Sonny Keraf, 1998 : 148). Prinsip no harm ini pun berlaku dalam bidang kegiatan ekonomi dan bisnis. Menurut Adam Smith prinsip ini merupakan tuntutan dasar dan sekaligus niscaya (the necessary principle) bagi kegiatan bisnis (Sonny Keraf, 1998 : 149).
D.    Prinsip Saling Menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
E.     Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis agar ia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaannya (Sonny Keraf, 1998 : 79). Prinsip ini mengandung sebuah imperatif moral yang berlaku bagi diri pelaku bisnis dan perusahaannya untuk berbisnis sedimikian rupa agar tetap menjadi yang paling unggul dan tetap dapat dipercaya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tunutan dan dorongan dari dalam diri pelaku bisnis dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan (Sonny Keraf, 1998 : 80). Hal tersebut tercermin dalam seluruh perilaku pelaku bisnis dengan semua pihak, baik pihak di dalam perusahaan maupun pihak di luar perusahaan.

Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :
·         Integritas.
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
·         Objektivitas.
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh   membiarkan    terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehinggamengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.


·         Kompetensi profesional dan kehati-hatian.
Seorang akuntan profesionalmempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorangakntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
·         Kerahasiaan.
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
·         Perilaku Profesional.
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapatmendiskreditkan profesi.
1.3.            Basis Teori Etika
A.    Etika Deontologi
Istilah “deontologi” berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan, berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri (Sonny Keraf, 1998 : 23).
Misalnya, memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, untuk mengembalikan utangnya sesuai dengan kesepakatan, untuk menawarkan barang dan jasa dengan mutu yang sebanding dengan harganya, dan sebagainya. Jadi, nilai tindakan itu tidak ditentukan oleh akibat atau tujuan baik dari tindakan itu (Sonny Keraf, 1998 : 23).
B.     Etika Teleologi
Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau akibat yang ditimbulkannya baik dan berguna (Sonny Keraf, 1998 : 27).
Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kalau tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Tindakan seorang anak yang mencuri demi membayar pengobatan ibunya yang sakit parah akan dinilai secara moral sebagai tindakan baik, terlepas dari kenyataan bahwa secara legal ia bisa dihukum. Sebaliknya,kalau tindakan itu bertujuan jahat, maka tindakan itu pun dinilai jahat (Sonny Keraf, 1998 : 27).
Ada dua aliran etika teologi, yaitu:
1.    Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Dalam bahasa Aristoteles, tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiannya (Sonny Keraf, 1998 : 28).
2.      Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata “utilis” yang berarti “manfaat”. Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Paham egoisme melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).    
C.     Teori Hak
Teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban selain itu hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Teori hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak banyak diterapkan pada individu karyawan.


D.    Teori Keutamaan
Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu perbuatan itu adil, jujur ataukah murah hati, tetapi ditekankan apakah seseorang melakukan perbuatan adil, jujur atau urah hati. Keutamanaan didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras, dan hidup yang baik. Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa, yaitu kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Keutamaan-keutamaan yang dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan, yaitu keramahan, loyalitas, kehormatan, dan rasa malu.

1.4.            Egoism
Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri. Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri.
Kata “egoisme” merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno – yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern – ego (εγώ) yang berarti “diri” atau “Saya”, dan-isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian, istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.


REFERENSI
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Edisi 5. Penerbit Salemba Empat
Keraf, Sonny. 1998. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius: Yogyakarta
Munawir, S. 1997. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : Liberty

IFAC Ethics Committee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar